Wednesday, April 21, 2010

CARA MENCANGKOK

cangkok
Orang-orang asing sering menyebut cangkok dengran air layering ( inggris )dan marcottage ( prancis ). Pembiakanvegetatif dengan cara ini memang sudah dikenal sejak dulu ,bahkan dapat dikatakan suatu cara perkembang biakan yang tertua di dunia . Ada kalanya kita memilih cara mencangkok apabila pohon yang akan di cangkok tidak dapat di perbanyak dengan pembiakan vegetative lainnya yang lebih mudah ,misalnya dengan stek .
Jenis-jenis tanaman yang dapat di cangkok adalah pohon buah-buahan ,misalnya mangga ,beberapa jenis jeruk (jeruk besar, jeruknipis , jerukmanis ,jeruk siem)berbagai jenis jambu(jambu biji ,jambu air ,jambu monyet),delima ,blimbing manis ,lengkeng dan sebagainya . Selain tanaman buah-buahan ,tanaman hias juga bias di cangkok ,misalnya bunga sakura ,kemuning ,soka ,nusa indah ,bugenvil ,cemara ,dan sebagainya.
Kelebihan dan kelemahan mencangkok ini adalah sebagai berikut.
TABEL KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PERBANYAKAN DENGAN CANGKOK
KEUNGGULAN KELEMAHAN
- Sifat tanaman baru persis seperti induknya.
- Tanaman dalam bibit cangkok bisa menghasilkan buah dalam waktu yang relative singkat(+-4 tahun).
- Waktu yang digunakan untuk perbanyakan relative singkat ,1-3 bulan. - Tidak dapat dilakukan secara besar-besaran .
- Bibit cangkok sulit bertahan hidup di daerah yang air tanahnya rendah karena perakarannya pendek .

SARANA MENCANGKOK:
PERALATAN :
1. Pisau
2. Gunting
MEDIA CANGKOK :
1. Mos
2. Bubuk sabut kelapa
3. Kompos
4. Pupuk kandang
PEMBALUT MEDIA :
1. Pelastik bening/Tabung bambu/Ijuk/sabut kelapa
2. Tali raffia
CARA MENCANGKOK :

1. Plih batang yang tidak terlalu tua ataupun muda kira-kira 120 CM.
2. Kerat batang dengan pisau dengan panjang 10 CM.
3. Hilangkan kambium yang masih menempel dengan cara mengeriknya.
4. Keringkan getah yang masih menempel (untuk tanaman tidak bergetah biasanya hanya memerlukan waktu2-4hari,sedangkan tanaman bergetah biasanya memerlukan waktu2-3minggu).
5. Memberi ZPT (zat perangsang tumbuh) dan pupuk.
6. Kepal tanah dan balut pd batang.
7. Bungkus sayatan yang telah dibalut tanah dengan pelastik bening/pembalut media lain kemudian ikat dengan tali raffia.
8. Perawatan siram setiap hari.

SETEK
Seperti halnya mencangkok,dari perbanyakan dengan cara setek ini juga diperoleh tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya.Sifat ini meliputi
ketahanan terhadap serangan penyakit,rasa buah,warna dan keindahan bunga,dan sebagainya.Tetapi jika dibanding dengan cangkokan ,setek mempunyai kelebihan .Kalau cangkok membutuhkan pohon induk untuk tumbuh sedangkan setek tidak .Ada beberapa jenis setek yaitu setek akar ,setek daun ,setek cabang ,setek umbi ,dan sebagainya .
Alat dan bahan:
1. Pot
2. Tanah
3. Pupuk
4. ZPT
CARA TANAM:
1. Pilih batang yang tidak terlalu tua ataupun muda kira-kira 60 CM kemudian potong.
2. Oleskan bagian bawah dengan ZPT agar cepat perakarannya .
3. Isi pot dengan tanah yang telah dicampur pupuk dengan perbandingan 1:1 .
4. Tanam setekan ke dalam pot dan siram setiap hari.

OKULASI
Okulasi sering juga disebut dengan menempel ,oculatie (Belanda)atau budding(inggris) .cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibanding dengan setek dan cangkok .Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik dari pada induknya .bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakaran yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit di padukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat ,tetapi mempunyai perakaran yang kurang baik .Tanaman yang mempunyai perakaran baik digunakan sebagai batang bawah yang akan ditempeli dan juga disebut batang bawah .sedangkan tanamanyangmempunyai buah lezat diambil mata tunasnya untuk ditempel pada batang bawah dikenal dengan sebutan batang atas .
CARA MENGOKULASI :
1. Siapkan batang atas(mata tunas/pucuk pohon),batang bawah batang utama,pisau okulasi,tali,pelastik bening.
2. Belah batang bawah kira-kira 4 cm.
3. Iris meruncing batang atas .
4. Sisipkan ke batang bawah.
5. Ikat dengan tali.
6. kemudian bungkus dengan pelastik bening.
7. Setelah dua minggu lalu buka.
MASAKAN

SATE SAMPI
Bahan : 600 gram daging lulur
2 sendok makan gula merah
5 biji cabe rawit di rajang halus
5 butir bawang merah
3 siung bawang putih
2 cm jahe
4 butir kemiri
2 sendok the ketumbar
2 sendok minyak ,untuk menumis
1 lembar daun salam
Cara membuat :
1. Daging lulur sapi dipotong bentuk kubus ukuran 1 cm,sisihkan.
2. Semua bumbu dihaluskan sampai halus.Kemudian tumis sampai bumbu matang,masukkan daging dan masak hingga daging dan masak hingga daging empuk .
3. Setelah daging matang angkat dari perapian .tusukkan daging yang sudah matang ke dalam tusuk sate,masing-masing sate berisi sesuai selera.
4. Panggang diatas bara api,sambil dibolak-balik hingga sate matang dan kering.

TAHU TEK
Bahan: 15 gr tahu goreng
15 gr kentang goreng
15 tauge pendek rebus
1 buah lontong
1 buah krupuk udang goreng
Haluskan: 1 sendok makan petis
siung bawang putih
cabe rawit secukupnya
gula merah,air asam,kacang goreng,garam
Cara membuat :
1. Iris semua bahan.
2. Susun di atas piring berturut-turut lontong,tahu,kentang goreng,tauge pendek,bumbu.
3. Hidangkan dengan kerupuk.
MANISAN LOBAK

Bahan: 400 gram lobak.Dikupas dan dipotong tipis
4 sendok makan madu atau air secukupnya
Cara membuat:
1. Lobak di kupas sampai bersih lalu dipotong tipis-tipis.Bilas dengan air sampai bersih.
2. Masukkan lobak ke dalam toples,tuangkan air dan madu secukupnya.Rendam selama 2-3hari.
3. Ketika lobak sudah layu dan manis,siap untuk disajikan.

KUE-KUE

KLEMBEN
Bahan: 5 butir telur ayam
150 gram gula
100 gram tepung terigu
Baking powder dan panili
Cara membuat:
1. Telur dikocok dengan gula sampai putih dan naik. Masukan tepung, ratakan.Tuangkan pada cetakan yang sebelumnya diolesi mentega/minyak goreng. Bakar dalam oven sampai matang.
APEM SINGKONG
Bahan: 1 kg singkong diparut
¼ tape singkong
¼ kilo gram gula pasir
½ buah kelapa
12 lembar daun suji
Garam dan panili
Cara membuat:
1. Parutan singkong dicampur tape dan diremas-remas, masukan gula dan biarkan sampai kurang lebih 5 menit. Daun suji ditumbuk dan diambil airnya , lalu dicampurkan pada adonan yang sudah naik. Dikukus dalam cucing kecil-kecil, biarkan sampai matang. Dihidangkan bersama parutan kelapa yang dibubuhi garam secukupnya.

SEJARAH AGAMA HINDU

Kajian diawali dengan meneliti sejarah perkembangan agama Hindu di Indonesia. Sebagaimana ditulis dalam buku Pengantar Agama Hindu untuk perguruan tinggi, Cudamani, 1990 ada tujuh Maha Rsi yaitu Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Atri,
Bharadwaja, Wasista, dan Kanwa yang menerima wahyu Weda di India sekitar 2500 tahun sebelum Masehi.

Mereka mengembangkan agama Hindu masing-masing menurut bagian-bagian Weda tertentu. Kemudian para pengikutnya mengembangkan ajaran yang diterima dari guru mereka
sehingga lama kelamaan terbentuklah sekta-sekta yang jumlahnya ratusan. Sekta-sekta yang terbanyak pengikutnya antara lain : Pasupata, Linggayat Bhagawata, Waisnawa, Indra, Saura, dan Siwa Sidhanta.

Sekta Siwa Sidhanta dipimpin oleh Maha Rsi Agastya di daerah Madyapradesh (India tengah) kemudian menyebar ke Indonesia. Di Indonesia seorang Maha Rsi pengembang
sekta ini yang berasal dari pasraman Agastya Madyapradesh dikenal dengan berbagai nama antara lain : Kumbhayoni, Hari Candana, Kalasaja, dan Trinawindu. Yang populer di Bali adalah nama Trinawindu atau Bhatara Guru, begitu disebut-sebut dalam lontar kuno seperti Eka Pratama.

Ajaran Siwa Sidhanta mempunyai ciri-ciri khas yang berbeda dengan sekta Siwa yang lain. Sidhanta artinya kesimpulan sehingga Siwa Sidanta artinya kesimpulan dari
Siwaisme. Kenapa dibuat kesimpulan ajaran Siwa? karena Maha Rsi Agastya merasa sangat sulit menyampaikan pemahaman kepada para pengikutnya tentang ajaran Siwa yang mencakup bidang sangat luas.

Diibaratkan seperti mengenalkan binatang gajah kepada orang buta; jika yang diraba kakinya, maka orang buta mengatakan gajah itu bentuknya seperti pohon kelapa; bila yang diraba belalainya mereka mengatakan gajah itu seperti ular besar.
Metode pengenalan yang tepat adalah membuat patung gajah kecil yang bisa diraba agar si buta dapat memahami anatomi gajah keseluruhan.

Bagi penganut Siwa Sidhanta kitab suci Weda-pun dipelajari yang pokok-pokok / intinya saja; resume Weda itu dinamakan Weda Sirah (sirah artinya kepala atau pokok-pokok). Lontar yang sangat populer bagi penganut Siwa Sidhanta di Bali antara lain Wrhaspati Tattwa. Pemantapan paham Siwa Sidhanta di Bali dilakukan oleh dua tokoh terkemuka yaitu Mpu Kuturan dan Mpu/Danghyang Nirartha.

Di India wahyu Hyang Widhi diterima oleh Sapta Rsi dan dituangkan dalam susunan sistematis oleh Bhagawan Abyasa dalam bentuk Catur Weda. Pengawi dan ahli Weda I Gusti Bagus Sugriwa dalam bukunya: Dwijendra Tattwa, Upada Sastra, 1991
menyiratkan bahwa di Bali wahyu Hyang Widhi diterima setidak-tidaknya oleh enam Maha Rsi. Wahyu-wahyu itu memantapkan pemahaman Siwa Sidhanta meliputi tiga kerangka
Agama Hindu yaitu Tattwa, Susila, dan Upacara. Wahyu-wahyu itu berupa pemikiran-pemikiran cemerlang dan wangsit yang diterima oleh orang-orang suci di Bali sekitar abad ke delapan sampai ke-empat belas yaitu :

1. DANGHYANG MARKANDEYA
Pada abad ke-8 beliau mendapat wahyu di Gunung DiHyang (sekarang Dieng, Jawa Tengah) bahwa bangunan palinggih di Tolangkir (sekarang Besakih) harus ditanami panca datu
yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah.

Setelah menetap di Taro, Tegal lalang - Gianyar, beliau memantapkan ajaran Siwa Sidhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual : Surya sewana, Bebali (banten),
dan Pecaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali.

Daerah tempat tinggal beliau dinamakan Bali. Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di
seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa Sidanta menurut petunjuk-petunjuk Danghyang Markandeya yang menggunakan bebali atau banten.

Selain Besakih, beliau juga membangun pura-pura Sad Kahyangan lainnya yaitu : Batur, Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan Lempuyang.

Beliau juga mendapat wahyu ketika Hyang Widhi berwujud sebagai sinar terang gemerlap yang menyerupai sinar matahari dan bulan. Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa
warna merah sebagai simbol matahari dan warna putih sebagai simbol bulan digunakan dalam hiasan di Pura antara lain berupa ider-ider, lelontek, dll.

Selain itu beliau mengenalkan hari Tumpek Kandang untuk mohon keselamatan pada Hyang Widhi, digelari Rare Angon yang menciptakan darah, dan hari Tumpek Pengatag untuk
menghormati Hyang Widhi, digelari Sanghyang Tumuwuh yang menciptakan getah.

2. MPU SANGKULPUTIH
Setelah Danghyang Markandeya moksah, Mpu Sangkulputih meneruskan dan melengkapi ritual bebali antara lain dengan membuat variasi dan dekorasi yang menarik untuk
berbagai jenis banten dengan menambahkan unsur-unsur tetumbuhan lainnya seperti daun sirih, daun pisang, daun janur, buah-buahan: pisang, kelapa, dan biji-bijian: beras,
injin, kacang komak.

Bentuk banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubugan, canang raka, daksina, peras, panyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, prayascita,
durmenggala, pungu-pungu, beakala, ulap ngambe, dll.
Banten dibuat menarik dan indah untuk menggugah rasa bhakti kepada Hyang Widhi agar timbul getaran-getaran spiritual.

Di samping itu beliau mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan Kabayan.

Beliau juga pelopor pembuatan arca/pralingga dan patung-patung Dewa yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam pemujaan Hyang Widhi.

Tak kurang pentingnya, beliau mengenalkan tata cara pelaksanan peringatan hari Piodalan di Pura Besakih dan pura-pura lainnya, ritual hari-hari raya : Galungan,
Kuningan, Pagerwesi, Nyepi, dll.

Jabatan resmi beliau adalah Sulinggih yang bertanggung jawab di Pura Besakih dan pura-pura lainnya yang telah didirikan oleh Danghyang Markandeya.

3. MPU KUTURAN
Pada abad ke-11 datanglah ke Bali seorang Brahmana dari Majapahit yang berperan sangat besar pada kemajuan Agama Hindu di Bali.

Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Trimurti dalam wujud simbol palinggih Kemulan Rong
Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, dan Pembangunan Pura-pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu), dan Gelap (Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih.

Paham Trimurti adalah pemujaan manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horizontal (pangider-ider).

4. MPU MANIK ANGKERAN
Setelah Mpu Sangkulputih moksah, tugas-tugas beliau diganti oleh Mpu Manik Angkeran. Beliau adalah Brahmana dari Majapahit putra Danghyang Siddimantra.

Dengan maksud agar putranya ini tidak kembali ke Jawa dan untuk melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa dan Bali diputus dengan
memakai kekuatan bathin Danghyang Siddimantra. Tanah genting yang putus itu disebut segara rupek.

5. MPU JIWAYA
Beliau menyebarkan Agama Budha Mahayana aliran Tantri terutama kepada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9).

Sisa-sisa ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistik yang berkaitan dengan keangkeran (tenget)dan pemasupati untuk kesaktian senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dll.

6. DANGHYANG DWIJENDRA
Datang di Bali pada abad ke-14 ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya
sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Bentuk bangunan pemujaannya adalah Padmasari atau Padmasana.

Jika konsep Trimurti dari Mpu Kuturan adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan horizontal, maka konsep Tripurusa adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan vertikal.

Danghyang Dwijendra mempunyai Bhiseka lain : Mpu /Danghyang Nirarta, dan dijuluki : Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra natural yang
membuat Dalem Waturenggong sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan).

Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan
adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak
ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan.

Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin. Karya sastra beliau yang terkenal
antara lain : Sebun bangkung, Sara kusuma, Legarang, Mahisa langit, Dharma pitutur, Wilet Demung Sawit, Gagutuk menur, Brati Sesana, Siwa Sesana, Aji Pangukiran, dll. Beliau juga aktif mengunjungi rakyat di berbagai pedesaan untuk memberikan Dharma wacana.

Saksi sejarah kegiatan ini adalah didirikannya Pura-pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat misalnya : Purancak, Rambut siwi,
Pakendungan, Hulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dll.

Ke-enam tokoh suci tersebut telah memberi ciri yang khas pada kehidupan beragama Hindu di Bali sehingga terwujudlah tattwa dan ritual yang khusus yang membedakan
Hindu-Bali dengan Hindu di luar Bali.

Di bidang tattwa misalnya, ciri khas yang paling menonjol adalah penyembahan Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Trimurti dan Tripurusa dalam bentuk palinggih Kemulan
Rong Tiga dan Padmasana yang dikembangkan masing-masing oleh Mpu Kuturan dan Mpu/Danghyang Nirartha.

Di bidang ritual ciri khas Hindu-Bali yang terpenting adalah adanya bebali atau banten yang dikembangkan oleh Danghyang Markandeya dan Mpu Sangkulputih.

Sejarah kemudian membuktikan bahwa walaupun di Nusantara telah berkembang Agama lain seperti Islam dan Kristen, Bali tetap dapat bertahan pada Hindu karena agama Hindu
telah membudaya mewujudkan jati diri orang-orang Bali yang mengagumkan dunia sehingga tokoh-tokoh dunia memberikan julukan yang menakjubkan antara lain :
J.P. Nehru menyatakan Bali is the morning of the world;
Hickman Powell menyatakan Bali is the paradise island;
Gregory Bateson dan Margaret Mead menyatakan Bali is the steady state; dan masih banyak lagi julukan-julukan domestik seperti : pulau Dewata, pulau Kahyangan, pulau
Kesenian dll.

Bahkan di Eropa sejak abad ke 19 telah berkembang slogan : see Bali before you die yang mula-mula diungkapkan oleh Ni Ketut Tantri dalam bukunya Revolt in Paradise. Ini
membuat orang-orang Bali bangga tetapi tetap berjiwa sederhana karena keterikatan dengan filsafat-filsafat Agama Hindu yang dituturkan turun temurun oleh tetua mereka.

Zaman berubah menuju era globalisasi, dunia yang tanpa batas, pengaruh budaya luar terus menerus menghantam ketahanan orang-orang Bali.

Bermula dari perubahan nama Agama di era Orde Baru, di mana Agama Hindu-Bali dirubah menjadi Agama Hindu Dharma. Ini membawa dampak positif dan negatif. Positif, karena
sebagian kecil penduduk dari suku-suku : Batak Karo, Dayak, Banten, Jawa, dll. mendapat pengakuan pada keyakinan spiritualnya di luar Agama yang sudah ada, menjadi tertampung dalam Hindu Dharma.

Di samping itu dapat dikatakan segi positif karena prosentase pemeluk Hindu di Indonesia meningkat walaupun masih tetap menjadi golongan minoritas.

Dampak negatif perubahan nama dari Hindu-Bali menjadi Hindu Dharma adanya gejala orang Bali kehilangan ke-Baliannya, yang akhir-akhir ini nampak semakin serius karena
berkembangnya wacana universalisme Hindu yang arahnya dapat saja mengeliminir perbedaan-perbedaan tattwa, susila, dan ritual Hindu antar etnis pemeluk Hindu.

Jika ini berkembang terus bukankah akan mengaburkan nilai-nilai budaya Hindu-Bali yang telah diwariskan oleh para leluhur terutama tentang hal-hal yang sudah di-"Bhisama"-kan oleh keenam tokoh suci di atas?

Jika membaca buku I Gde Pitana : Dinamika masyarakat dan kebudayaan Bali, Bali Post, 1994 mungkin ada benarnya pendapat kelompok pesimistis yang menyatakan lambat laun
Bali akan kehilangan ke-Bali-annya, seperti yang dikemukakan oleh Picard, 1990, Sujana, 1989, Artadi, 1993. Hanya waktu sajalah yang akan membuktikan benar tidaknya pendapat itu.
Pesimisme itu digelitik lagi dengan berkembangnya wacana yang tidak menginginkan Bali Centris atau disebut : Non Bali Centris. Wacana ini diterjemahkan sebagai ingin
melaksanakan Agama Hindu tidak seperti di Bali, terutama dalam bidang ritualnya. Jika wacana itu berkembang dan terlaksana di luar Pulau Bali, masih mungkin namun dalam batasan nalar dan logika yang perlu dikaji. Misalnya tentang acuan yang
lengkap dalam bidang tattwa, susila, dan upacara lokal dari etnis lain yang tidak berbau Bali.

Salah satu contoh adalah mengenai bentuk bangunan pemujaan Hyang Widhi, yang di luar Bali hanya menggunakan palinggih Padmasana. Seperti yang diuraikan di atas, Padmasana
pertama kali ada di Bali dipelopori oleh Mpu/Danghyang Nirarta setelah menerima wahyu di Purancak pada abad ke-14.

Padmasana hanya digunakan oleh pemeluk Hindu di Bali, tidak ada di zaman Majapahit apalagi di India. Sejarah membuktikan hal ini, misalnya situs-situs Hindu di Jawa antara lain Candi Prambanan, tidak memiliki palinggih Padmasana.
Kemudian jika di luar Bali menggunakan Padmasana pertanyaan beruntun tiba misalnya tentang ritualnya apakah tidak menggunakan papendeman panca datu, lalu bentuk caru
dan proses ngelinggihang Hyang Widhi di Padmasana bagaimana.

Selain itu di luar Bali tidak dijumpai palinggih Kemulan atau Padma-tiga yang dikembangkan oleh Mpu Kuturan. Bila hanya menggunakan Padmasana, berarti hanya memuja
Hyang Widhi dalam kedudukan vertikal saja, sedangkan pemujaan beliau dalam kedudukan horizontal (pangider-ider) belum dilaksanakan karena tidak ada palinggih Kemulan atau
Padma-tiga. Mengherankan juga karena Pura-pura Jagatnatha di Bali ikut-ikutan tidak dilengkapi dengan Kemulan atau Padma-tiga.

Pura Jagatnatha dapat dikatakan sebagai pengembangan baru (sekitar 1960-1970), yang tidak mengacu pada lontar Gong Besi. Oleh karena itu ada baiknya lebih berhati-hati
menggunakan istilah "Non Bali centris". Bagi umat Hindu di Bali rasanya aneh jika turut mengembangkan wacana non Bali centris karena mereka tidak mungkin bisa leluasa
meninggalkan ke-Bali-annya. Sulit untuk tidak mentaati Bhisama-bhisama para leluhur dan keenam tokoh suci di atas.

Reformasi memang perlu, namun hendaknya diinventarisir terlebih dahulu butir-butir mana dari pelaksanaan tattwa, susila, dan ritual yang perlu direformasi. Reformasi
perlu diarahkan misalnya pada hal-hal yang "meracuni" Agama Hindu di Bali, antara lain :
1. Feodalisme
2. Dresta yang bertentangan dengan inti ajaran Agama Hindu-Bali

Feodalisme berkembang pesat di Bali sejak pendudukan Majapahit pada tahun 1350 M. Kasta stelsel dihidupkan, meniru India di abad ke-5 ketika kaum elit yaitu Raja
dan Brahmana berkolusi mempertahankan status quo sehingga filosofi "varna" berubah menjadi "kasta" padahal yang menamakan kasta (aslinya : caste) itu justru orang-orang
Portugis yang melihat tatanan masyarakat India yang berkelas dan berjenjang.

Caste kemudian berkembang di Eropa yang ketika itu masih agraris. Majapahit memakai strategi itu di Bali di mana kaum elit pendatang dari Majapahit digolongkan Triwangsa
dan penduduk Bali Aga yang dikalahkan menjadi Sudra padahal diantaranya ada yang masih keturunan Danghyang Markandeya dan keturunan Warmadewa.

Feodalisme dengan ciri khas berupa kasta stelsel makin dikokohkan oleh Belanda karena ini menguntungkan politik divide et impera atau politik memecah belah pribumi
yang dijajahnya. Dampak feodalisme sangat terasa pada tatanan kehidupan beragama di Bali, misalnya adanya kesenjangan antara Sulinggih dengan rakyat.

Kesenjangan yang mengarah pada gap communication berabad-abad mengakibatkan rakyat kebanyakan tidak tahu banyak tentang tattwa agama. Rakyat menghayati Hyang Widhi
hanya melalui dua jalur yaitu Karma marga dan Bhakti marga.
Kini kaum muda yang rata-rata sudah terdidik di Perguruan Tinggi tidak puas beragama hanya melalui kedua Marga itu. Mereka ingin menginjak ke Jnana marga, bahkan ke Yoga
marga.

Kedua marga terakhir ini dahulu ditabukan bagi kaum kebanyakan dengan ancaman : Aje wera. Kehausan kaum muda pada tattwa agama menyuburkan berkembangnya sampradaya-sampradaya. Kini sudah waktunya (dapat dikatakan belum terlambat benar) bagi para Sulinggih untuk meninggalkan pikiran feodalisme, kemudian mengadakan pendekatan yang lebih akrab kepada umat Hindu agar mereka tidak kehilangan pegangan.

Para Sulinggih hendaknya bersatu tanpa membeda-bedakan dari mana asal-usul keturunannya. Pandangan yang menganggap sulinggih keturunan Danghyang Nirarta dan Danghyang Astapaka lebih tinggi statusnya dari sulinggih-sulinggih keturunan
Danghyang Markandeya, Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Saguna, Danghyang Kepakisan, Arya dan yang lain-lain perlu diluruskan karena bertentangan dengan kaidah-kaidah Agama
Hindu. Hal ini perlu disosialisasikan seluas-luasnya ke masyarakat.

Para Sulinggih agar bahu membahu mengejar ketertinggalan dalam mengemban tugas suci membimbing dan mengayomi umat Hindu secara proaktif.

Dresta yang bertentangan dengan inti ajaran agama Hindu. Sebagaimana diketahui ada catur dresta yaitu : Desa, Loka, Kuna, dan Sastra dresta. Tiga dresta yaitu desa, loka, dan kuna dresta tidak bersumber pada sastra atau kitab suci. Sumbernya tidak jelas kecuali bisa dijawab dengan singkat : "mula keto" (memang demikian).

Pengaruh negatif ketiga dresta ini pada kehidupan beragama di Bali antara lain melambungnya biaya upakara. Bebali atau banten yang dikembangkan oleh Danghyang Markandeya dan Mpu Sangkulputih mulanya sederhana. Tanpa diketahui sumber sastranya yang jelas banten dewasa ini menjadi beragam dan sangat banyak. Para Sulinggih dan tukang banten mengajarkan pada umat membuat banten tanpa penjelasan apa dasar
sastranya dan apa arti simbol-simbol setiap jenis banten.

Tradisi : gugon tuwon dan aje wera menyuburkan perkembangan volume, bentuk, dan jenis banten menurut selera dan keinginan masing-masing. Tidak jarang pembuatan
banten menjadi sumber nafkah memperkaya Sulinggih dan tukang banten. Ironisnya banyak rakyat yang menjadi miskin karena terpaksa menjual sawah-ladangnya untuk upacara ngaben. Bebali atau banten yang rumit dan mahal inilah yang "menakutkan" para pemeluk Hindu di Bali dan di luar Bali.

Kini orang Bali sudah berpikir kritis, realistis, dan ekonomis. Biaya upakara yang tinggi dipertanyakan. Para Sulinggih sekali lagi perlu membuat terobosan yang berani
untuk menghemat biaya upakara agar jangan sampai umat takut me-yadnya gara-gara biaya yang tinggi.

Sebenarnya dilema ini akan dapat diatasi jika umat Hindu di Bali sadar untuk berubah dan berani menilai mana yang benar dan mana yang tidak benar. Masalahnya feodalisme di Bali sudah berurat berakar yang pada gilirannya menumbuhkan fanatisme kuat dalam memilih pemuput karya, tingkatan/besar kecilnya upacara dan bebali yang dibuat.

KESIMPULAN :
Bali centris perlu dipertahankan karena koleksi tattwa, susila, dan upacara di Bali lengkap, sementara saudara-saudara kita se-dharma di luar Bali masih mencari bentuk yang pas karena sudah ratusan generasi ada yang meninggalkan Hindu atau tidak bersentuhan dengan Hindu atau ke-Hindu-annya tidak berkembang seperti di Bali.

Walaupun demikian segi-segi negatif seperti feodalisme dan dresta yang tidak sesuai tidak perlu ditiru. Bali sendiri perlu berbenah menuju Hindu-Bali yang direformasi
artinya dikembalikan pada nilai-nilai luhur yang diwariskan paling tidak oleh keenam tokoh suci yang disebutkan di atas.

Dengan mohon maaf bila pada tulisan ini ada hal-hal yang tidak berkenan di hati beberapa pembaca, maka tulisan ini diakhiri dengan doa semoga umat sedharma senantiasa diberikan pikiran terang untuk melaksanakan ajaran-ajaran-Nya menuju kepada moksartham jagattita ya caiti dharmah.

Om Santi, Santi, Santi, Om

ORANG SUCI

1. SUDDHI WADANI. Suddhi wadani artinya : (suddi = suci/sakral, wadani = kata-kata/ucapan) Jadi suddhi wadani adalah pengucapan kata-kata suci yaitu : OM SA BA TA A I NA MA SI WA YA ANG UNG MANG OM, dimana dengan mengucapkan kata-kata suci itu dihadapan Hyang Widhi yang distanakan dalam suatu niyasa (simbol) berupa sanggar surya atau pelinggih Padmasana, dengan terlebih dahulu ada banten dengan unsur-unsur : bunga, buah, biji-bijian, harum-haruman, bija, api dan air, serta dipimpin oleh Pinandita atau Pandita serta disaksikan oleh pihak-pihak terkait, maka orang yang mengucapkan kata-kata sudi itu SUDAH SYAH MENJADI HINDU. Jika memerlukan administrasi berupa keterangan tertulis barulah meminta formulirnya di PHDI. JADI UNTUK MENJADI HINDU TIDAK SULIT, DAN TIDAK MAHAL. Tolong hal ini disebar luaskan kepada rekan-rekan dan “calon” Hindu. Disamping itu saya sendiri berpendapat, untuk meluaskan Hindu atau menjadikan seseorang beralih agama dari agama lain ke Hindu, lebih baik tidakterlalu formal dan sulit seperti melalui pendidikan dahulu, sebab untuk mendalami Hindu itu tidak gampang, bertahap dan perlu waktu lama. Jadi lebih baik KWANTITAS – nya dahulu dikerjakan, barulah nanti KWALITAS nya ditingkatkan melalui pendidikan non formal atau formal.

2. PINANDITA adalah mereka yang sudah mawinten sebagai : Jero Mangku, Jero Dalang, Tukang banten, Undagi, dll. Umumnya disebut EKAJATI. Tentang cara-cara pemilihan Jero Mangku sudah diatur dalam buku : KESATUAN TAFSIR TERHADAP ASPEK-ASPEK AGAMA HINDU hasil dari paruman Sulinggih yang disyahkan PHDI tahun 1982, yaitu : a) Nyanjan (meminta “bawos” Ida Bhatara melalui perantara/Jero Sutri) b) Keturunan, c) Pemilihan, d) Kwangen, yaitu beberapa calon yang dipilih diminta ngaturang bhakti dengan kwangen, dimana salah satunya sudah ditandai secara tersembunyi dengan aksara suci “Ongkara”. Setelah itu masing-masing menyerahkan kwangen, dibuka dihadapan saksi-saksi laluyang ada Ongkaranya-lah yang “kajumput” menjadi Jero Mangku. Yang paling populer dewasa ini di Buleleng dan yang dianjurkan PHDI adalah yang nomor c dan d, karena bisa kemudian meningkatkan kwalitas Jero Mangkunya.

3. PANDITA adalah mereka yang menjalani kehidupan sebagai pendeta. Secara resmi PHDI menggunakan gelar PANDITA. Adapun embel-embel seperti Mpu, Rsi, Bhagawan, Pedanda, Dukuh, dll. adalah tradisi dilingkungan keluarga saja. Mereka disebut Dwijati, atau Brahmana warna. PHDI menyatakan SIAPA SAJA BOLEH MEDIKSA TANPA MELIHAT ASAL, KETURUNAN, asal memenuhi beberapa persyaratan baik phisik maupun mental. Jika ada yang melarang mediksa karena faktor keturunan, adalah tradisi dilingkungan keluarga itu sendiri, bukan larangan dari PHDI. Hal ini juga sudah diatur dalam buku Kesatuan tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu, hasil paruman Sulinggih yang dikukuhkan berupa Tap PHDI 1982. Selanjutnya mengenai system kependetaan Hindu (di Bali) ditulis dalam Lontar : 1) Eka Pratama, 2) Ataki-taki Diksa, 3)Silakrama, 4) Argha Patra, 5) Surya Sevana

Saturday, April 17, 2010

Pemanasan global

280px-Instrumental_Temperature_Record

magnify-clip

Temperatur rata-rata global 1850 sampai 2006 relatif terhadap 1961–1990

280px-Global_Warming_Map

magnify-clip

Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980

Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Pemanasan global

280px-Instrumental_Temperature_Record

magnify-clip

Temperatur rata-rata global 1850 sampai 2006 relatif terhadap 1961–1990

280px-Global_Warming_Map

magnify-clip

Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980

Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Daftar isi

* 1 Penyebab pemanasan global

* 1.1 Efek rumah kaca

* 1.2 Efek umpan balik

* 1.3 Variasi Matahari

* 1.4 Peternakan (konsumsi daging)

* 2 Mengukur pemanasan global

* 3Pengertian Atmosfer

* 4 Model iklim

* 5 Dampak pemanasan global

* 5.1 Iklim Mulai Tidak Stabil

* 5.2 Peningkatan permukaan laut

* 5.3 Suhu global cenderung meningkat

* 5.4 Gangguan ekologis

* 5.5 Dampak sosial dan politik

* 6 Perdebatan tentang pemanasan global

* 7 Pengendalian pemanasan global

* 7.1 Menghilangkan karbon

* 7.2 Persetujuan internasional

Penyebab pemanasan global

Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

Efek umpan balik

Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

Variasi Matahari

280px-Solar-cycle-data

magnify-clip

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

Peternakan (konsumsi daging)

Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir!

IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.

Penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa ternyata makin panasnya planet bumi dan berubahnya sistem iklim di bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.


Khusus untuk mengawasi sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut dengan Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC). Setiap beberapa tahun sekali, ribuan ahli dan peneliti-peneliti terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan penemuan-penemuan terbaru yang berhubungan dengan pemanasan global, dan membuat kesimpulan dari laporan dan penemuan- penemuan baru yang berhasil dikumpulkan, kemudian membuat persetujuan untuk solusi dari masalah tersebut .

Salah satu hal pertama yang mereka temukan adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, pembangkit tenaga listrik, serta pembabatan hutan.

Tetapi, menurut Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, "industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). " Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia!

Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon dioksida, 37 persen gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam jangka 20 tahun, dan 23 kali dalam jangka 100 tahun), serta 65 persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 296 kali lebih lebih kuat dari CO2). Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam. Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih banyak lahan serta air yang digunakan untuk menanam makanan ternak.

Menurut laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestock's Long Shadow-Environmental Issues and Options), peternakan adalah "penggerak utama dari penebangan hutan .... kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira-kira 20 persen dari padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan erosi. Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85 persen dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.

Konsumsi air untuk menghasilkan satu kilo makanan dalam pertanian pakan ternak di Amerika Serikat

1 kg daging

Air (liter)

Daging sapi

1.000.000

Babi

3.260

Ayam

12.665

Kedelai

2.000

Beras

1.912

Kentang

500

Gandum

200

Slada

180


Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, tidak sulit untuk menghitung bahwa industri ternak sama sekali tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging di atas meja makan orang. Untuk memproduksi satu kilogram daging, telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4 kilo. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, kita hanya memerlukan dua kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum; akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi!

Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!

Dengan menggabungkan biaya energi, konsumsi air, penggunaan lahan, polusi lingkungan, kerusakan ekosistem, tidaklah mengherankan jika satu orang berdiet daging dapat memberi makan 15 orang berdiet tumbuh-tumbuhan atau lebih.


Marilah sekarang kita membahas apa saja yang menjadi sumber gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

Anda mungkin penasaran bagian mana dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut garis besarnya menurut FAO:

1. Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak

a. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya

b. Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG)

c. Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan

d. Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu Anda ketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak.7

e. Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya

2. Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan

a. Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya.

b. Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya.

3. Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen

a. Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun.

b. Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun.


Dari uraian di atas, Anda bisa melihat besaran sumbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari tiap komponen sektor peternakan. Di Australia, emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam kurun waktu 20 tahun, sektor peternakan Australia menyumbang 3 juta ton metana setiap tahun (setara dengan 216 juta ton CO2), sedangkan sektor pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang 180 juta ton CO2 per tahunnya.

Tahun lalu, penyelidik dari Departemen Sains Geofisika (Department of Geophysical Sciences) Universitas Chicago, Gidon Eshel dan Pamela Martin, juga menyingkap hubungan antara produksi makanan dan masalah lingkungan. Mereka mengukur jumlah gas rumah kaca yang disebabkan oleh daging merah, ikan, unggas, susu, dan telur, serta membandingkan jumlah tersebut dengan seorang yang berdiet vegan.

Mereka menemukan bahwa jika diet standar Amerika beralih ke diet tumbuh-tumbuhan, maka akan dapat mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ektra per orang per tahun. Kontrasnya, beralih dari sebuah sedan standar seperti Toyota Camry ke sebuah Toyota Prius hibrida menghemat kurang lebih satu ton emisi CO2.

Mengukur pemanasan global

280px-Mauna_Loa_Carbon_Dioxide

magnify-clip

Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa

Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.

Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.

Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.

Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. [22]

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar. Teks ini akan dicetak miringTeks ini akan dicetak miring'

Lapisan-lapisan Atmosfer

Atmosfer bumi terdiri dari berbagai lapisan, yaitu berturut-turut dari lapisan bawah ke atas adalah troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer ö gambar 2.

sumber [1, hal. 15]

Troposfer adalah lapisan terendah yang tebalnya kira-kira sampai dengan 10 kilometer di atas permukaan bumi. Dalam troposfer ini terdapat gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global.

Gas-gas Rumah Kaca ö bab 2.3, öEfek Rumah Kaca bab 2.1 ödan bab 2.2, öPemanasan Global bab 3.1 dan bab 3.2ö

sumber [1, hal. 116]

Stratosfer adalah lapisan kedua dari bumi yang tebalnya kira-kira 10 kilometer sampai dengan 60 kilometer di atas permukaan bumi. Di stratosfer terdapat ozon yang melindungi bumi dari bagian sinar matahari yang berbahaya (sinar ultraviolet) è Perusakan Lapisan Ozon.

sumber [1, hal. 108]

1.3 Fungsi Atmosfer

Setiap kali menghirup udara, manusia diingatkan bahwa tidak dapat hidup tanpa udara.

Udara bersih adalah kebutuhan fisik manusia è Hubungan Timbal-Balik antara Manusia dan Lingkungan dan è Kependudukan.

Atmosfer membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia.

Dengan adanya efek rumah kaca di atmosfer, sinar matahari yang masuk atmosfer dapat diserap dan menghangatkan udara. Suhu rata-rata di permukaan bumi naik 33°C lebih tinggi menjadi 15°C dari seandainya tidak ada efek rumah kaca (-18°C), suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan manusia.

Efek rumah kaca ö Efek rumah kaca disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Gas-gas rumah

Beberapa kegiatan manusia, terutama produksi dan konsumsi energi (pembakaran bahan bakar fosil, penebangan dan pembakaran hutan) menyebabkan peningkatan kadar gas-gas rumah kaca di atmosfer, sehingga meningkatkan efek rumah kaca dan terjadi pemanasan global.Pembakaran bahan bakar fosil, penggundulan hutan ö bab 3.3, öpemanasan global bab 3.1 dan babö 3.2

Gambar (1). Gas-gas di Atmosfer

Atmosf2

Gambar (2). Lapisan-lapisan Atmosfer

Image25 2. EFEK RUMAH KACA

2.1 Istilah Efek Rumah Ka

Efek Rumah Kaca atau Greenhouse Effect merupakan istilah yang pada awalnya berasal dari pengalaman para petani di daerah beriklim sedang yang menanam sayur-sayuran dan biji-bijian di dalam rumah kaca. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa pada siang hari pada waktu cuaca cerah, meskipun tanpa alat pemanas suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi dari pada suhu di luarnya.

Hal tersebut terjadi karena sinar matahari yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh tanaman/tanah di dalam ruangan rumah kaca sebagai sinar inframerah yang berupa panas. Sinar yang dipantulkan tidak dapat keluar ruangan rumah kaca sehingga udara di dalam rumah kaca suhunya naik dan panas yang dihasilkan terperangkap di dalam ruangan rumah kaca dan tidak tercampur dengan udara di luar rumah kaca. Akibatnya, suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi daripada suhu di luarnya dan hal tersebut dikenal sebagai efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat pula terjadi di dalam mobil yang diparkir di tempat yang panas dengan jendela tertutup.

2.2 Efek Rumah Kaca di Atmosfer

Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang diserap akan dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di atmosfer akan diserap oleh gas-gas rumah kaca seperti uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) sehingga tidak terlepas ke luar angkasa dan menyebabkan panas terperangkap di troposfer dan akhirnya mengakibatkan peningkatan suhu di lapisan troposfer dan di bumi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya efek rumah kaca di bumi.

Gas-gas Rumah Kaca ö bab 2.3

Gambar (3). Rumah Kaca

Image26

Gambar (4). Efek Rumah Kaca di Atmosfer

Image27 2.3 Gas-gas Rumah Kaca

Gas-gas Rumah Kaca atau Greenhouse Gases adalah gas-gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Selain uap air (H2èO) Siklus Air dan karbon dioksida (CO2), terdapat gas rumah kaca lain di atmosfer, dan yang terpenting berkaitan dengan pencemaran dan pemanasan global adalah metana (CH4), ozon (O3), dinitrogen oksida (N2O), dan chlorofluorocèarbon (CFC) Perusakan Lapisan Ozon.

Pemanasan öGlobal bab 3.1 ödan bab 3.2

Gas Rumah Kaca dapat terbentuk secara alami maupun sebagai akibat pencemaran.

Gas Rumah Kaca di atmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi. Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global ö bab 3.1 ödan bab 3.2.

sumber [1, hal. 50]

Uap air (H2O)

Uap air bersifat tidak terlihat dan harus dibedakan dari awan dan kabut yang terjadi èketika uap membentuk butir-butir air Siklus Air. Sebenarnya uap air merupakan penyumbang terbesar bagi efek rumah kaca. Jumlah uap air dalam atmosfer berada di luar kendali manusia dan dipengaruhi terutama oleh suhu global. Jika bumi menjadi lebih hangat, jumlah uap air di atmosfer akan meningkat karena naiknya laju penguapan. Ini akan meningkatkan efek rumah kaca serta makin mendorong pemanasan global.

sumber [2, hal. 15-16]

Karena jumlah uap air di atmosfer berada di luar kendali manusia (secara alami keberadaan uap air sudah sangat banyak di atmosfer) maka peranan uap air dalam peningkatan efek rumah kaca tidak akan dibahas lebih lanjut dalam bab-bab berikut.

Gambar (5). Gas-gas Rumah Kaca

Uap air

H2O

Karbon dioksida

CO2

Metana

CH4

Ozon

O3

Dnitrogen oksida atau nitrat oksida

N2O

Chlorofluorocarbon

CFC

Gambar (6). Air

karbon dioksida (CO2)

Karbon dioksida adalah gas rumah kaca terpenting penyebab pemanasan global yang sedang ditimbun di atmosfer karena kegiatan manusia. Sumbangan utama manusia terhadap jumlah karbon dioksida dalam atmosfer berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, yaitu èminyak bumi, batu bara, dan gas bumi Energi.

Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian juga meningkatkan jumlah karbondioksida dalam atmosfer.

Namun selain efek rumah kaca tersebut, karbon dioksida juga memainkan peranan sangat penting untuk kehidupan tanaman. Karbon dioksida diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman dalam proses yang dikenal èsebagai fotosintesis Energi. Proses yang sama terjadi di lautan di mana karbon dioksida diserap oleh ganggang.

Metana (CH4)

Metana adalah gas rumah kaca lain yang terdapat secara alami. Metana dihasilkan ketika jenis-jenis mikroorganisme tertentu menguraikan bahan organik pada kondisi tanpa udara (anaerob). Gas ini juga dihasilkan secara alami pada saat pembusukan biomassa di rawa-rawa sehingga disebut juga gas rawa. Metana mudah terbakar, dan menghasilkan karbon dioksida sebagai hasil sampingan.

Kegiatan manusia telah meningkatkan jumlah metana yang dilepaskan ke atmosfer. Sawah merupakan kondisi ideal bagi pembentukannya, di mana tangkai padi nampaknya bertindak sebagai saluran metana ke atmosfer. Meningkatnya jumlah ternak sapi, kerbau dan sejenisnya merupakan sumber lain yang berarti, karena metana dihasilkan dalam perut mereka dan dikeluarkan ketika mereka bersendawa dan kentut. Metana juga dihasilkan dalam jumlah cukup banyak di tempat pembuangan sampah; sehingga menguntungkan bila mengumpulkan metana sebagai bahan bakar bagi ketel uap untuk menghasilkan energi listrik.

Metana merupakan unsur utama dari gas bumi. Gas ini terdapat dalam jumlah besar pada sumur minyak bumi atau gas bumi, juga terdapat kaitannya dengan batu bara
è Energi.

Ozon (O3)

Ozon adalah gas rumah kaca yang terdapat secara alami di atmosfer (troposfer, stratosfer)
è Perusakan Lapisan Ozon.

Di troposfer, ozon merupakan zat pencemar hasil sampingan yang terbentuk ketika sinar matahari bereaksi dengan gas buang kendaraan bermotor. Ozon pada troposfer dapat èmengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan Perusakan Lapisan Ozon.

Dinitrogen oksida (N2O)

Dinitrogen oksida adalah juga gas rumah kaca yang terdapat secara alami. Dulunya gas ini digunakan sebagai anastasi ringan, yang dapat membuat orang tertawa sehingga juga dikenal sebagai ‘gas tertawa’.

Tidak banyak diketahui secara terinci tentang asal dinitrogen oksida dalam atmosfer. Diduga bahwa sumber utamanya, yang mungkin mencakup sampai 90 persen, merupakan kegiatan mikroorganisme dalam tanah. Pemakaian pupuk nitrogen meningkatkan jumlah gas ini di atmosfer. Dinitrogen oksida juga dihasilkan dalam jumlah kecil oleh pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, gas bumi).

Chloroflourocarbon (CFC)

Chlorofluorocarbon adalah sekelompok gas buatan. CFC mempunyai sifat-sifat, misalnya tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan amat stabil sehingga dapat digunakan dalam berbagai peralatan dan mulai digunakan secara luas setelah Perang Dunia II. Chlorofluorocarbon yang paling banyak digunakan mempunyai nama dagang ‘Freon’.

Dua jenis chlorofluorocarbon yang umum digunakan adalah CFC R-11 dan CFC R-12. Zat-zat tersebut digunakan dalam proses mengembangkan busa, di dalam peralatan pendingin ruangan dan lemari es selain juga sebagai pelarut untuk membersihkan mikrochip è Perusakan Lapisan Ozon.

Pengaruh Gas-gas Rumah Kaca terhadap Terjadinya Efek Rumah Kaca

Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi.

Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global ö bab 3.1 dan ö bab 3.2.

Waktu tinggal gas rumah kaca di atmosfer juga mempengaruhi efektivitasnya dalam menaikkan suhu. Makin panjang waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu.

Nilai-nilai waktu tinggal gas rumah kaca di dalam atmosfer ö tabel 1.

Kemampuan Gas-gas Rumah Kaca dalam penyerapan panas (sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di atmosfer dikenal sebagai GWP, Greenhouse Warming Potential. GWP adalah suatu nilai relatif dimana karbon dioksida diberi nilai 1 sebagai standar.

Zat-zat chlorofluorocarbon, misalnya, mempunyai nilai GWP lebih tinggi dari 10.000. Itu berarti bahwa satu molekul zat chlorofluorocarbon mempunyai efek rumah kaca lebih tinggi dari 10.000 molekul karbon dioksida.

Dengan kata lain, makin tinggi nilai GWP suatu zat tertentu, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu.

Nilai-nilai GWP ö tabel 2.

Sumbangan gas-gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca ö gambar 12.

Dalam gambar tersebut, kontribusi uap air tidak termasuk dalam perhitungan, karena di luar kendali manusia.

Tabel (1). Waktu Tinggal Gas-gas Rumah Kaca di Atmosfer

Gas Rumah Kaca

Waktu Tinggal di Atmosfer, (tahun)

Karbon dioksida (CO2)

50 - 200

Metana (CH4)

10

Ozon (O3)

0,1

Dinitrogen oksida (N2O)

150

CFC R-11 (CCl3F)

65

CFC R-12 (CCl2F2)

130

sumber [2, hal. 20]

Tabel (2). Nilai GWP (Green House Warming Potential) Gas-gas Rumah Kaca

Gas Rumah Kaca

GWP (relatif)

Karbon dioksida (CO2)

1

Metana (CH4)

21

Dinitrogen oksida (N2O)

206

Ozon (O3)

2.000

CFC R-11 (CCl3F)

12.400

CFC R-12 (CCl2F2)

15.800

Gambar (12). Sumbangan Gas-gas Rumah Kaca terhadap Terjadinya Efek Rumah Kaca

Model iklim

280px-IPCC_AR4_WGIII_GHG_concentration_stabilization_levels

magnify-clip

Prakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa skenario kestabilan (pita berwarna) berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik; garis merah dan biru menunjukkan batas-batas kemungkinan yang dapat terjadi.

280px-Global_Warming_Predictions

magnify-clip

Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.

Model iklim global

Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.

Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.

Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.

Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif. Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

Dampak pemanasan global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Iklim Mulai Tidak Stabil

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Peningkatan permukaan laut

250px-Recent_Sea_Level_Rise

magnify-clip

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

Suhu global cenderung meningkat

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Gangguan ekologis

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Dampak sosial dan politik

Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)

Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

Perdebatan tentang pemanasan global

Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan temperatur. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.

Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.

Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.

Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisa baru tentang temperatur air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: temperatur laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada temperatur rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.

Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.

Pengendalian pemanasan global

Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.

Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.

Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

Menghilangkan karbon

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.

Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.

Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.

Persetujuan internasional

Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.

Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.

Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.

Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.

Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.

Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.